![]() |
Emmanuel Macron |
Disrupsi.id, Medan - Prancis mengecam keras tuduhan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menuding langkah Paris mengakui negara Palestina sebagai pemicu meningkatnya sentimen antisemitisme. Presiden Emmanuel Macron menegaskan kebijakan tersebut murni bertujuan mendukung perdamaian di Timur Tengah, bukan untuk menyulut kebencian terhadap komunitas Yahudi.
Polemik ini mencuat setelah Netanyahu, lewat surat bertanggal 17 Agustus 2025, menuding Macron telah “memicu api antisemitisme” dan “mengorbankan diplomasi demi menyenangkan Hamas” dengan mendukung pengakuan negara Palestina. Ia bahkan menuduh keputusan itu sebagai bentuk pengkhianatan terhadap Israel.
Istana Elysee menanggapi dengan nada tegas. Kantor Macron menyebut tuduhan Netanyahu “keliru” bahkan “menjijikkan,” serta menegaskan tidak akan membiarkan serangan verbal itu tanpa jawaban. Paris memastikan perlindungan terhadap komunitas Yahudi tetap menjadi prioritas, namun menolak narasi yang menyamakan pengakuan Palestina dengan sikap anti-Yahudi.
Pengakuan Palestina oleh Prancis diumumkan secara resmi sejak 24 Juli 2025, bersamaan dengan rencana serupa dari Inggris, Kanada, dan Australia. Macron menilai langkah itu penting untuk mendorong solusi dua negara dan mendesak Israel segera menghentikan operasi militernya di Gaza serta membuka akses bagi bantuan kemanusiaan.
Ketegangan makin memanas setelah 35 mantan duta besar Prancis menyerukan agar Macron bersikap lebih keras terhadap Israel. Mereka mendesak penghentian kerja sama militer dan perdagangan, pembukaan akses media internasional ke Gaza, hingga pelarangan masuk pejabat Israel yang menjadi buronan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), termasuk Netanyahu sendiri.
Menteri Urusan Eropa, Benjamin Haddad, menambahkan bahwa Prancis tidak membutuhkan pelajaran dari pihak mana pun soal memerangi antisemitisme. Ia menekankan isu tersebut tidak boleh dipakai sebagai alat politik.
Meski Netanyahu juga menuding Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dengan tuduhan serupa, sorotan terbesar tertuju pada Prancis. Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan kekuatan besar Uni Eropa, sikap Paris dianggap memberi pengaruh besar pada dinamika diplomasi global.
Sementara Hamas menyambut baik keputusan Prancis sebagai dukungan nyata bagi perjuangan Palestina, Israel tetap menuding langkah itu sebagai penghargaan terhadap “terorisme” dan upaya yang melemahkan negosiasi gencatan senjata.
Hingga kini, belum ada tindakan balasan nyata dari Paris selain pernyataan resmi dan rencana Macron untuk membalas surat Netanyahu secara tertulis. Namun ketegangan ini memperlihatkan semakin terisolasinya Israel di kancah internasional, termasuk dari sekutu-sekutu Baratnya sendiri. (pujo)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.