![]() |
Thaksin Shinawatra |
Disrupsi.id, Medan - Pengadilan Kriminal Bangkok membebaskan mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, dari tuduhan penghinaan terhadap kerajaan (lese majeste) pada Jumat (22/8/2025).
Dalam Pasal 112 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Thailand, pelanggaran penghinaan terhadap kerajaan dapat diganjar hukuman hingga 15 tahun penjara. Kasus yang menjerat Thaksin berawal dari wawancaranya di Korea Selatan pada 2015. Saat itu, ia diduga menyampaikan pernyataan yang dianggap merendahkan monarki, khususnya mendiang Raja Bhumibol Adulyadej.
Namun hakim menilai bukti yang diajukan jaksa tidak cukup kuat. Selain tidak ada konteks jelas dalam pernyataan Thaksin, ia pun tidak pernah secara langsung menyebut nama Raja Bhumibol. Pengadilan juga mencatat bahwa sejumlah saksi memiliki latar belakang politik yang cenderung anti-Thaksin, sehingga kesaksian mereka dianggap kurang netral.
Putusan ini disampaikan langsung oleh Thaksin usai sidang. Dengan senyum, ia memberi tahu wartawan bahwa dakwaan terhadapnya resmi “dismissed.” Pernyataan itu kemudian dikonfirmasi oleh pengacaranya, Winyat Chatmontree, serta rilis resmi dari pengadilan.
Kasus lese majeste ini sebenarnya diajukan sejak 2016, tetapi baru bergulir setelah Thaksin kembali dari pengasingan pada 2023. Sejak itu ia dikenakan syarat ketat, termasuk larangan bepergian ke luar negeri tanpa izin pengadilan serta penyitaan paspornya.
Thaksin, yang kini berusia 76 tahun, kerap menyebut kasus-kasus yang menjeratnya sebagai serangan politik dari lawan-lawan royalis. Mereka sebelumnya juga menuduhnya korupsi, penyalahgunaan jabatan, dan kurang menghormati monarki.
Meski tidak lagi menjabat, pengaruh Thaksin di panggung politik Thailand tetap kuat. Ia disebut-sebut berada di balik pemerintahan koalisi Pheu Thai yang dipimpin putrinya, Paetongtarn Shinawatra, yang kini menjabat sebagai Perdana Menteri.
Putusan ini muncul di tengah situasi politik yang memanas. Paetongtarn sendiri tengah terancam pemecatan oleh Mahkamah Konstitusi pada akhir Agustus 2025 terkait dugaan pelanggaran etika dalam komunikasi dengan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen.
Thaksin juga masih harus menghadapi sidang lain di Mahkamah Agung pada September 2025. Sidang itu akan menentukan apakah masa enam bulan yang ia habiskan di rumah sakit pada 2024 dihitung sebagai bagian dari hukuman penjara atas kasus penyalahgunaan wewenang dan konflik kepentingan.
Di luar pengadilan, sekitar 150 pendukungnya menyambut gembira putusan tersebut. Mereka menilai Thaksin tetap sosok yang peduli pada rakyat dan memiliki jasa besar bagi bangsa.
Meski demikian, keputusan ini kembali memicu perdebatan publik soal penerapan hukum lese majeste di Thailand, yang dikenal sebagai salah satu undang-undang penghinaan monarki paling keras di dunia dan sering dipersoalkan karena dianggap menyasar lawan politik maupun kritikus pemerintah. (pujo)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.