Rusia Tanggapi Santai Langkah Trump Kerahkan Dua Kapal Selam Nuklir Dekat Wilayahnya

Rusia Tanggapi Santai Langkah Trump Kerahkan Dua Kapal Selam Nuklir Dekat Wilayahnya
foto ilustrasi

Disrupsi.id, Medan - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan pada 3 Agustus 2025 bahwa dua kapal selam nuklir telah dikerahkan ke “wilayah yang sesuai” di dekat Rusia. Langkah ini menyusul pernyataan mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev yang dianggap provokatif, di tengah ketegangan soal perang di Ukraina.

Sebelumnya, Trump memberi ultimatum agar Rusia menghentikan perang di Ukraina sebelum 8 Agustus 2025, atau menghadapi sanksi sekunder berat, termasuk tarif hingga 100% untuk negara yang membeli minyak Rusia, seperti India. 

Medvedev, yang kini menjabat sebagai wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, merespons ultimatum tersebut dengan memperingatkan bahwa setiap ultimatum baru dari Trump adalah "langkah menuju perang" antara AS dan Rusia, serta merujuk pada sistem "Dead Hand" yaitu mekanisme nuklir era Soviet yang memungkinkan serangan balasan otomatis bahkan jika kepemimpinan Rusia musnah.

Trump kemudian mengumumkan pengerahan kapal selam nuklir ini di Truth Social pada 1 Agustus, menyebutnya sebagai langkah pencegahan jika “pernyataan bodoh dan provokatif” tersebut bukan sekadar kata-kata. Ia juga menyebut Medvedev sebagai mantan presiden Rusia yang gagal dan mengira dirinya masih presiden.

Trump tidak merinci apakah kapal selam yang dimaksud membawa senjata nuklir atau hanya bertenaga nuklir, namun para analis melihatnya sebagai strategi deteren (deterrence strategy yaitu pendekatan diplomatik atau militer yaitu menunjukkan kekuatan, ancaman, atau konsekuensi cukup besar, dengan tujuan agar lawan tidak berani bertindak) untuk memaksa Rusia mempertimbangkan skenario terburuk. Pentagon tidak memberikan komentar, sementara para ahli memperingatkan risiko salah perhitungan akibat eskalasi ini.

Lokasi pasti kapal selam dirahasiakan, meski spekulasi mengarah pada Laut Barents, Atlantik Utara, atau Pasifik Timur dekat Kamchatka. Kremlin, melalui juru bicara Dmitry Peskov, merespons dengan santai dan menyerukan kehati-hatian dalam retorika nuklir, menegaskan bahwa Rusia tidak menganggap langkah ini sebagai ancaman baru.

Eskalasi ini memicu kekhawatiran global, terutama menjelang berakhirnya Perjanjian New START pada Februari 2026 dan ketegangan berkelanjutan di Ukraina. Sementara itu, utusan khusus Trump, Steve Witkoff, dijadwalkan ke Moskow untuk membicarakan gencatan senjata, di tengah gejolak pasar global dan turunnya harga minyak Rusia. (pujo)

Baca Juga

Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال