![]() |
Demonstrasi Bupati Pati (foto: antara) |
disrupsi.id - Medan|Belum genap sebulan menduduki kursi empuk Bupati Pati, Jawa Tengah, Sadewo sudah harus menghadapi badai politik yang mengguncang posisinya. Dilantik pada 18 Juli 2025, politisi Partai Gerindra ini dihadapkan pada demonstrasi besar yang memintanya mundur dari jabatan.
Akar kemarahan publik muncul dari serangkaian kebijakan yang dinilai memberatkan rakyat. Di antaranya, kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen, pemutusan hubungan kerja ratusan eks karyawan honorer RSUD RAA Soewondo, hingga penerapan kebijakan lima hari sekolah yang dianggap tergesa-gesa.
Puncaknya terjadi pada Rabu (13/8), saat lebih dari 50.000 massa memadati jalanan Pati. Mereka berorasi lantang, membawa poster protes, dan melemparkan botol serta sandal ke arah Sadewo. Aksi itu memaksa sang bupati masuk kembali ke mobil rantis, meninggalkan lokasi demonstrasi di tengah teriakan massa.
Makna Pelemparan Sandal: Bukan Sekadar Amarah
Di mata sebagian orang, melempar sandal mungkin terlihat lucu atau spontan. Namun, di banyak budaya—terutama di Timur Tengah dan Asia—tindakan ini sarat makna simbolis: penghinaan tertinggi terhadap martabat seseorang.
Sandal adalah benda yang bersentuhan langsung dengan tanah, yang dalam simbolisme budaya dianggap rendah dan kotor. Melemparkannya berarti merendahkan derajat seseorang, seolah berkata, “Engkau tidak layak dihormati.”
Di Timur Tengah, bahkan sekadar menunjukkan telapak kaki kepada orang lain sudah dianggap kasar. Maka, melempar sandal adalah bentuk penghinaan publik paling ekstrem—pesan simbolis yang meruntuhkan wibawa di depan banyak orang.
Sejarah Panjang Sandal dalam Aksi Protes
Pelemparan sandal atau sepatu bukanlah fenomena baru. Salah satu kasus paling terkenal terjadi pada tahun 2008, ketika jurnalis Irak Muntadhar al-Zaidi melemparkan sepatu ke arah Presiden Amerika Serikat George W. Bush saat konferensi pers di Baghdad. Tindakan itu menjadi simbol perlawanan terhadap kebijakan invasi Irak, dan rekamannya tersebar luas di seluruh dunia.
Di India, Pakistan, dan Bangladesh, aksi serupa juga beberapa kali dilakukan terhadap pejabat pemerintah dan politisi yang dianggap korup. Alas kaki dipilih bukan karena bahayanya, tetapi karena simbolnya yang kuat sebagai bentuk penolakan dan penghinaan.
Sandal Sebagai Simbol Protes di Indonesia
Meskipun di Indonesia maknanya tidak sekeras di Timur Tengah, sandal tetap menjadi ikon perlawanan rakyat kecil. Alas kaki murah dan mudah ditemukan ini kerap menjadi “senjata” spontan melawan kekuasaan yang dianggap menindas.
Aksi seperti ini seakan berteriak: “Kami tak punya peluru, tapi kami punya sandal. Dan sandal ini adalah suara kami.”
Beberapa kasus di tanah air memperlihatkan hal serupa, misalnya insiden pelemparan sandal ke arah pejabat daerah di Sulawesi dan Kalimantan yang viral di media sosial. Momen tersebut membuat pesan protes menyebar lebih cepat dan menciptakan tekanan politik besar kepada pihak yang disasar.
Dampak Politik: Wibawa yang Retak
Pelemparan sandal bukan sekadar letupan emosi. Ia adalah bahasa tubuh politik yang jelas, keras, dan sulit diabaikan. Saat sandal melayang, yang terluka bukan hanya wajah, tapi juga citra dan legitimasi seorang pemimpin.
Bagi Sadewo, insiden ini menjadi alarm keras bahwa kebijakan yang diambil tanpa dialog publik bisa memicu gelombang kemarahan yang sulit dikendalikan. Dalam era digital, satu sandal yang terekam kamera bisa menjadi “bom politik” yang efeknya jauh lebih besar daripada sekadar pidato protes.
Pelajaran dari Sandal yang Melayang
Kasus ini memberi pelajaran penting bagi pejabat publik: legitimasi tidak hanya dibangun dari jabatan, tetapi dari kepercayaan rakyat. Sandal yang melayang di udara bukan hanya protes, tapi sinyal bahwa jarak antara pemimpin dan rakyatnya sudah terlalu jauh.
Sandal mungkin terlihat sederhana, tapi dalam sejarah perlawanan rakyat, ia adalah simbol yang berbicara lebih lantang dari ribuan kata. Dan di Pati, 13 Agustus 2025, sandal itu telah mengirim pesan yang jelas: rakyat tidak akan diam ketika merasa dikhianati.
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.