disrupsi.id - Medan | Gelombang keprihatinan muncul dari ratusan guru besar fakultas kedokteran di seluruh Indonesia terhadap arah kebijakan dan tata kelola kesehatan nasional yang dinilai semakin menjauh dari prinsip-prinsip ilmiah, etika, serta kolaborasi yang selama ini dijunjung tinggi oleh insan medis.
Di Universitas Sumatera Utara (USU), pernyataan sikap dibacakan secara langsung oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran USU, Prof. Dr. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K), pada sebuah aksi di pendopo FK USU yang turut dihadiri para guru besar, dosen, serta civitas FK USU, Selasa (20/5/2025).
"Kami, para guru besar fakultas kedokteran di Indonesia, menyatakan keprihatinan mendalam terhadap kebijakan kesehatan nasional yang cenderung terburu-buru dan mengabaikan prinsip-prinsip ilmiah serta kualitas pendidikan kedokteran. Kami mendesak Kemenkes menghentikan intervensi yang melemahkan institusi pendidikan dan rumah sakit pendidikan," kata Prof. Dr. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K).
Menurut Guslihan, para guru besar Fakultas Kedokteran di Indonesia, merupakan bagian integral perjuangan bangsa dalam menjaga kesehatan masyarakat. Negeri ini tidak terlepas dari perjalanan panjang peran dokter dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan rakyat.
"Selama masa pandemi COVID- 1 9, para dokter dari berbagai fakultas kedokteran, rumah sakit, baik negeri maupun swasta, balk di pusat kota maupun pelosok, telah berjuang tanpa mengenal lelah, bahkan beberapa di antaranya harus mengorbankan nyawa. Kami juga aktif terlibat dalam perumusan kebijakan berbasis bukti, memberikan masukan ilmiah kepada pemerintah, mengedukasi masyarakat luas, serta berperan sebagai penghubung antara ilmu pengetahuan dan kebijakan demi keselamatan rakyat dan kemajuan bangsa," jelasnya.
Namun demikian, kata Guslihan, saat ini mereka menyaksikan dengan penuh keprihatinan arah kebijakan kesehatan nasional yang cenderung menjauh dari semangat kolaboratif yang selama ini menjadi landasan bersama pada masa krisis.
"Kebijakan-kebijakan yang diberlakukan menimbulkan keresahan kolektif di kalangan dokter, yang juga merupakan keresahan kami sebagai pendidik di fakultas kedokteran. Alih-alih memperkuat mutu layanan dan pendidikan, kebijakan yang ada justru berpotensi menurunkan kualitas pendidikan dokter dan dokter spesialis, yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat," sebutnya.
Para guru besar juga mengkritisi pengambilalihan kolegium dokter spesialis yang telah selama 50 tahun membina dan mengembangkan berbagai cabang spesialisasi kedokteran. Pembentukan kolegium baru yang dilakukan secara tidak transparan serta tanpa melibatkan perhimpunan dokter spesialis dan institusi pendidikan terkait mengakibatkan kolegium tersebut kehilangan independensinya.
"Hal ini juga berpotensi menimbulkan pengaruh politik dan birokrasi yang dapat mengancam kedaulatan ilmu kedokteran. Narasi yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan kepada publik juga tidak mencerminkan penghormatan terhadap prinsip demokrasi yang terbuka dan bebas dalam proses tersebut," ucapnya.
Tak hanya itu, Guslihan juga mengaku prihatin dengan sejumlah pernyataan dari pejabat tinggi negara yang menyalahkan dokter, rumah sakit dan fakultas kedokteran atas permasalahan dalam sistem kesehatan. Mengingat akar persoalan seperti rendahnya akses, kurangnya pemerataan layanan dan beban pembiayaan justru berasal dari kegagalan tata kelola sistem dan alokasi anggaran.
"Sikap menyalahkan semacam ini berpotensi melemahkan kepercayaan publik, menciptakan polarisasi dan merusak iklim kolaborasi dengan para pemangku kepentingan. Hilangnya kepercayaan ini mendorong masyarakat untuk mencari layanan kesehatan di luar negeri," paparnya.
Guslihan menilai saat ini pembangunan fasilitas kesehatan rujukan mewah di daerah tanpa tenaga dokter dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Anggaran besar dari pinjaman luar negeri lebih banyak digunakan untuk infrastruktur sekunder atau tersier bukan memperkuat puskesmas dan layanan dasar.
"Kami juga menolak kebijakan yang mengabaikan mutu dan prinsip ilmiah, legacy dan tradisi keilmuan dalam pendidikan tenaga medis. Pendirian jalur pendidikan dokter spesialis di luar universitas tidak dapat dianggap sebagai solusi atas kekurangan tenaga medis melainkan langkah instan yang berpotensi menurunkan kualitas pendidikan serta menciptakan kesenjangan kompetensi yang mengancam keselamatan pasien dan keberlanjutan ilmu kedokteran di masa depan," tegasnya. (*)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.