disrupsi.id - Medan | Imunisasi kini tak lagi terbatas pada ruang tunggu puskesmas. Di tengah perkembangan era digital, edukasi kesehatan pun bertransformasi, menyentuh ruang-ruang virtual yang akrab dengan keseharian masyarakat.
Untuk menjawab tantangan ini, Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Imunisasi dan Promosi Kesehatan Komunitas bekerja sama dengan Global Health Strategies (GHS), menggelar pelatihan strategi konten digital bagi tenaga kesehatan dari 28 kabupaten/kota di Sumatera Utara.
Digelar selama dua hari (15–16 Juli), pelatihan ini bertujuan mengasah kemampuan para tenaga kesehatan dalam menciptakan konten kampanye imunisasi yang relevan, lokal, dan berdampak di media sosial. Dua puskesmas di Medan—Helvetia dan Amplas—ditunjuk sebagai proyek percontohan, dan hasil awal menunjukkan respon yang menjanjikan.
“Pelatihan ini jadi warna baru bagi kami. GHS membantu kami merancang dan memproduksi konten digital yang sebelumnya belum banyak disentuh oleh Dinas Kesehatan,” ujar Novita Rohdearni Saragih, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Sumut, dalam keterangan resminya.
Menurut Novita, capaian imunisasi dasar lengkap di Sumut kini sudah di angka 32,39 persen dengan target 58 persen. Sumut bahkan berada di posisi kelima nasional dalam cakupan imunisasi.
"Tapi targetnya tak berhenti di angka. Ada pekerjaan rumah soal awareness dan perubahan sikap masyarakat,” sebutnya.
Sementara itu, Ganendra Awang Kristandya, Senior Director GHS untuk Indonesia dan ASEAN mengatakan GHS melalui kampanye digital bertajuk Vax Social berupaya menjangkau perilaku masyarakat melalui media yang mereka akses setiap hari.
"Orang Indonesia rata-rata menatap layar lebih dari tujuh jam per hari. Jadi kenapa tidak kita isi dengan konten imunisasi yang akurat dan edukatif?” kata Ganendra.
Hingga saat ini, lebih dari 150 konten digital telah disebarkan melalui kanal resmi Dinas Kesehatan Kota Medan dan dua puskesmas. Dampaknya cukup besar: lebih dari 8 juta akun berhasil dijangkau. Tak hanya berhenti di kampanye visual, GHS juga menciptakan komunitas digital melalui WhatsApp Group Ibu Pandai—sebuah forum edukatif yang mempertemukan para ibu dengan tenaga medis profesional.
"Menariknya, data awal menunjukkan bahwa satu dari tiga informasi yang dibagikan berhasil memicu ketertarikan baru seorang ibu untuk mengimunisasi anaknya," sebutnya.
Menurut Dr. dr. Anung Sugihantono, Senior Advisor GHS, keberhasilan kampanye sangat ditentukan oleh pendekatan lokal. “Setiap daerah punya konteks sosial yang berbeda. Pola pikir masyarakat di Medan tak sama dengan Langkat, apalagi dengan Bitung atau Manado. Jadi pesan harus dikemas dengan kearifan lokal,” jelasnya.
Dalam sesi pelatihan, para peserta juga diarahkan memilih platform media sosial yang sesuai dengan karakteristik masyarakat di daerah masing-masing—mulai dari Facebook, WhatsApp, Instagram hingga X (dulu Twitter). Langkah ini penting agar pesan yang disampaikan dapat lebih tepat sasaran dan efektif.
Ke depan, Kementerian Kesehatan bersama GHS akan merilis alat ukur untuk menilai efektivitas kampanye media sosial terhadap peningkatan cakupan imunisasi. “Promosi kesehatan tak boleh lagi dianggap hanya sebatas seruan. Harus ada ukuran konkret dampaknya,” tegas Anung.
Dengan strategi digital yang tepat, kampanye imunisasi kini tak sekadar hadir di ruang publik, tetapi juga menyusup langsung ke ruang personal masyarakat—membawa pesan penting kesehatan yang lebih dekat dan bermakna. (*)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.