![]() |
Presiden Venezuela, Nicolas Maduro (AP Photo/Matias Delacroix, File) |
Disrupsi.id, Medan - Pemerintah Amerika Serikat (AS) meningkatkan hadiah menjadi 50 juta dolar AS atau setara Rp815 miliar bagi siapa pun yang memberikan informasi yang bisa menuntun pada penangkapan Presiden Venezuela, Nicolás Maduro.
Pengumuman itu disampaikan Jaksa Agung AS, Pam Bondi, pada 7 Agustus 2025 melalui sebuah video yang diunggah di media sosial. Jumlah ini dua kali lipat dari tawaran sebelumnya, yakni 25 juta dolar AS, yang sebelumnya juga naik dari 15 juta dolar AS pada 2020 saat pemerintahan Donald Trump.
AS menuding Maduro menjadi salah satu pengedar narkoba terbesar di dunia. Ia disebut memimpin jaringan penyelundupan kokain “Cartel de los Soles” yang bekerja sama dengan kelompok kriminal seperti Tren de Aragua dan Kartel Sinaloa. Bondi mengklaim Badan Penegakan Narkoba AS (DEA) telah menyita 30 ton kokain yang terkait dengan Maduro, termasuk 7 ton yang dikaitkan langsung dengannya, serta aset bernilai lebih dari 700 juta dolar AS, di antaranya dua jet pribadi dan sembilan kendaraan.
Maduro, yang mengambil alih jabatan presiden pada 2013 setelah wafatnya Hugo Chávez, telah didakwa di pengadilan federal New York sejak 2020 atas tuduhan konspirasi narko-terorisme dan perdagangan narkoba. AS juga menolak mengakui kemenangan Maduro di pemilu 2018 dan 2024 yang dianggap penuh kecurangan.
Pemerintah Venezuela bereaksi keras terhadap langkah Washington ini. Menteri Luar Negeri Yvan Gil menyebut tawaran hadiah tersebut sebagai “propaganda politik” dan “tipuan konyol” yang bertujuan mengalihkan perhatian publik dari masalah dalam negeri AS, termasuk skandal Jeffrey Epstein.
Kasus Epstein adalah seorang financier dan pelaku kejahatan seks yang dituduh mengoperasikan jaringan perdagangan manusia untuk tujuan seksual dengan korban di bawah umur kembali ramai dibahas, terlebih kematiannya di penjara pada 2019 yang memicu spekulasi adanya konspirasi. Gil menyinggung kasus ini untuk menyoroti dugaan kemunafikan AS dalam memberantas kejahatan.
Maduro membantah semua tuduhan, menyebutnya sebagai serangan dari kekuatan imperialis. Meski tawaran hadiah terus meningkat, ia masih mempertahankan kekuasaan dengan dukungan Rusia, Tiongkok, Iran, dan Kuba, sementara AS, Uni Eropa, dan sejumlah negara Amerika Latin tetap menolak mengakui pemerintahannya. (pujo)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.