![]() |
Presiden Venezuela Nicolás Maduro |
Disrupsi.id, Medan - Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengerahkan tiga kapal perang ke perairan dekat pantai Venezuela dengan alasan sebagai bagian dari operasi anti-narkoba yang diklaim untuk memerangi kartel obat-obatan terlarang.
Langkah ini pun memicu respons keras dari Presiden Venezuela Nicolás Maduro, yang menuduh AS menggunakan dalih tersebut sebagai persiapan invasi militer ke negaranya, mengingatkan pada intervensi Panama tahun 1989.
Menurut laporan dari sumber-sumber militer AS, kapal-kapal perusak berpemandu rudal seperti USS Gravely, USS Jason Dunham, dan USS Sampson dijadwalkan tiba di wilayah termaksud dalam waktu 36 jam ke depan.
Operasi ini bertujuan untuk memblokir lalu lintas narkoba, termasuk fentanyl dan kokain, yang dituding dikendalikan oleh jaringan seperti Cartel of the Suns yang dituduhkan terkait dengan pemerintahan Maduro.
Bukan hanya itu, Trump juga meningkatkan hadiah penangkapan Maduro menjadi US$50 juta, menyebutnya sebagai "narco-terrorist" utama.
Dari pihak Venezuela, Maduro bereaksi dengan mengaktifkan jutaan milisi sipil untuk "mempertahankan kedaulatan nasional."
Dalam pidatonya di KTT ALBA-TCP, ia mengecam pengerahan AS sebagai "agresi imperialis" dan mendesak dukungan dari sekutu seperti China dan negara-negara Amerika Latin lainnya.
"Ini bukan perang melawan narkoba, tapi upaya untuk menggulingkan pemerintahan sah kami," kata Maduro, sambil memperingatkan potensi konflik bersenjata jika kapal-kapal AS mendekati wilayah teritorial Venezuela.
Para analis internasional memperingatkan bahwa eskalasi ini bisa memicu krisis regional, termasuk lonjakan migrasi dan penurunan harga minyak global. Presiden Kolombia Gustavo Petro menyebut potensi invasi sebagai "kesalahan terburuk" yang mirip dengan konflik di Timur Tengah.
Sementara itu, pejabat AS menyangkal niat invasi langsung, menekankan bahwa operasi ini murni untuk keamanan hemispheric, meskipun ada kekhawatiran atas pengaruh Rusia dan Iran di Venezuela.
Situasi ini terus dipantau oleh komunitas internasional, dengan harapan diplomasi bisa meredakan ketegangan sebelum berubah menjadi konfrontasi terbuka. (Pujo)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.