disrupsi.id - Medan | Biaya manfaat Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan peningkatan signifikan dalam tujuh tahun terakhir. Data resmi dari BPJS Kesehatan mencatat, total pembiayaan manfaat layanan kesehatan sejak tahun 2018 hingga Mei 2025 telah mencapai Rp43,053 triliun.
Dari total tersebut, sekitar Rp36,497 triliun atau 84,77% dialokasikan untuk layanan kesehatan di fasilitas rujukan tingkat lanjutan (FKRTL), seperti rumah sakit. Sementara itu, Rp6,555 triliun (15,23%) digunakan untuk pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), yang mencakup puskesmas, klinik, dan praktik dokter mandiri.
Realisasi pembiayaan JKN menunjukkan tren yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2018, dana yang digelontorkan mencapai Rp4,377 triliun, lalu sedikit naik pada 2019 menjadi Rp4,481 triliun.
Meski sempat turun menjadi Rp4,150 triliun pada 2021, angka tersebut melonjak tajam dalam dua tahun terakhir yakni Rp7,260 triliun pada 2023 dan menyentuh rekor tertinggi Rp8,050 triliun pada 2024. Hingga Mei 2025, pembiayaan sudah menembus Rp5,240 triliun.
Asisten Deputi SDM, Umum dan Komunikasi BPJS Kesehatan Medan, Iwan Adriady mengatakan lonjakan biaya manfaat tidak semata-mata disebabkan oleh bertambahnya jumlah peserta aktif JKN, tetapi juga oleh meningkatnya pemanfaatan layanan kesehatan dan tingginya biaya pengobatan, khususnya di rumah sakit.
“Mayoritas biaya terserap di rumah sakit. Ini menjadi sinyal kuat bahwa kita perlu memperkuat layanan primer dan mengedepankan langkah promotif serta preventif,” ungkap Iwan.
BPJS Kesehatan menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah daerah, fasilitas kesehatan, dan masyarakat untuk meningkatkan upaya pencegahan penyakit dan mengurangi beban layanan rujukan.
Dengan pembiayaan yang terus meningkat setiap tahun, penguatan sistem kesehatan primer yang efektif dan efisien dinilai menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan program JKN. Efisiensi dalam sistem rujukan juga menjadi prioritas untuk menekan pengeluaran yang tidak perlu dan memastikan pemerataan akses pelayanan kesehatan. (*)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.