disrupsi.id – Medan | Pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) menjadi sorotan utama dalam pertemuan silaturahmi antara Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia Bersatu (SPPI Bersatu) dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB).
Pertemuan dua organisasi pekerja dari sektor pelabuhan dan energi ini menandai langkah penting dalam memperkuat komunikasi dan kerja sama antarsektor dalam merespons isu-isu strategis ketenagakerjaan BUMN.
Danantara yang digagas sebagai superholding investasi negara, dibentuk untuk mengelola dan mengonsolidasikan aset-aset strategis milik BUMN, termasuk Pelindo dan Pertamina. Meski diklaim bertujuan memperkuat kinerja dan sinergi antar-BUMN, kehadiran Danantara justru menimbulkan kekhawatiran di kalangan pekerja.
Ketua Umum SPPI Bersatu, Dodi Nurdiana memandang struktur dan arah kebijakan Danantara dapat membawa dampak serius terhadap kesejahteraan pekerja dan kedaulatan pengelolaan aset negara.
"Pembentukan Danantara tidak bisa dipandang hanya dari sisi efisiensi bisnis. Kita berbicara soal sektor strategis, seperti pelabuhan dan energi, yang menyangkut langsung kepentingan publik dan ketahanan negara," kata Dodi
Kekhawatiran serupa disampaikan Presiden FSPPB, Arie Gumilar. Ia menyoroti potensi pelemahan kendali negara atas BUMN strategis ketika entitas-entitas vital seperti Pertamina, PLN, dan Bulog dimasukkan dalam satu superholding yang berorientasi korporasi.
"Kami mempertanyakan motif pembentukan Danantara. Jangan sampai ini hanya jadi instrumen untuk melunasi utang negara, bukan memperkuat pelayanan publik," ujar Arie.
Dia menilai penyatuan BUMN vital di bawah entitas tunggal yang fokus pada optimalisasi investasi dan dividen justru dapat mengaburkan fungsi sosial BUMN sebagaimana diamanatkan konstitusi.
"Tentunya ini bisa berdampak terhadap ketenagakerjaan, termasuk pengurangan hak dan kepastian kerja, jika orientasi korporasi murni menjadi dominan," urainya.
Sekretaris Jenderal SPPI Bersatu, Kamal Akhyar, menyatakan inisiatif membangun forum komunikasi bersama antara SPPI Bersatu dan FSPPB merupakan langkah strategis untuk merespons isu-isu besar seperti Danantara.
"Kita perlu menyatukan pandangan dan kekuatan agar suara pekerja terdengar dalam proses pengambilan keputusan strategis yang menyangkut masa depan BUMN dan bangsa," ujarnya.
Selain isu Danantara, pertemuan juga membahas usia pensiun 58 tahun dan pentingnya sinergi antarserikat pekerja BUMN untuk memperkuat posisi tawar terhadap kebijakan pemerintah dan manajemen.
Kehadiran kedua serikat pekerja dari sektor pelabuhan dan energi yang memiliki keterlibatan langsung dalam struktur Danantara mencerminkan urgensi pembahasan ini.
Kolaborasi SPPI Bersatu dan FSPPB diharapkan menjadi model bagi serikat pekerja BUMN lain untuk bersatu dalam menghadapi tantangan yang sama demi menjaga kedaulatan dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya negara. (*)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.