disrupsi.id - Medan | Badan Pengurus Toba Caldera UNESCO Global Geopark (BP TCUGGp) tengah bergerak cepat untuk mengembalikan status “Green Card” dari UNESCO. Status ini menjadi tolok ukur penting menjelang proses revalidasi keanggotaan UNESCO Global Geopark yang dijadwalkan berlangsung pada Juni 2025.
General Manager TCUGGp, Azizul Kholis mengatakan langkah strategis ini dimulai dengan kunjungan langsung ke berbagai geosite yang tersebar di tujuh kabupaten di kawasan Danau Toba.
“Menindaklanjuti arahan Gubernur saat kunjungannya ke Parapat, kami telah turun langsung meninjau 16 geosite di wilayah Danau Toba. Ini bagian dari upaya kami dalam mempersiapkan revalidasi UNESCO agar Kaldera Toba bisa kembali meraih Green Card,” ujar Azizul.
Dalam proses revalidasi tersebut, Tim Asesor dari UNESCO Global Geopark akan datang langsung ke lokasi. Proses ini juga akan melibatkan pemerintah kabupaten/kota di sekitar Danau Toba, pengelola geopark, komunitas lokal, hingga mitra lintas sektor.
Mengingat waktu yang terbatas, BP TCUGGp membagi tim ke dalam dua kelompok untuk mempercepat peninjauan lapangan. Tim A dipimpin oleh Tikwan Raya Siregar (Manager Divisi Kerjasama, Promosi dan Publikasi) dan Ovi Vensus Hamubaon Samosir (Manager Divisi Pendidikan, Konservasi, dan Pemberdayaan Masyarakat), fokus ke geosite di Kabupaten Simalungun, Toba, Humbang Hasundutan, dan Tapanuli Utara.
Sementara itu, Tim B dipimpin langsung oleh Azizul Kholis bersama Petrus Parlindungan Purba (Manager Pengelolaan Warisan Geologi, Keanekaragaman Geologi, Biologi, dan Budaya). Mereka mengunjungi geosite di Kabupaten Samosir, Dairi, dan Karo.
“Peninjauan ini untuk memastikan keberadaan serta kelengkapan elemen penting seperti papan informasi, petunjuk arah, gerbang masuk geosite, dan penanda identitas lainnya,” tambah Azizul.
Semua elemen ini merupakan bagian dari rekomendasi yang sebelumnya telah diberikan oleh Tim Asesor UNESCO. BP TCUGGp juga menggandeng Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut serta tim kreatif Kolaborasi Sumut Berkah untuk mengembangkan profil geopark secara digital.
Upaya ini bertujuan mendukung keterpaduan antara informasi lapangan dan platform daring, guna memperkuat aspek edukatif dan promosi destinasi. Namun, hasil peninjauan menunjukkan adanya sejumlah kekurangan.
Mulai dari belum tersedianya plank nama geosite, kurangnya logo instansi pendukung seperti UNESCO, Pemprov Sumut, dan masing-masing pemerintah kabupaten, hingga ketidaklengkapan panel informasi geologi, biologi, dan budaya yang menjadi daya tarik utama geopark.
Azizul menekankan bahwa status Green Card dari UNESCO bukan sekadar prestise, melainkan bentuk pengakuan atas komitmen terhadap konservasi, edukasi, dan pembangunan berkelanjutan.
“Kami optimis, dengan kerja keras tim dan dukungan lintas sektor, Danau Toba bisa kembali mendapatkan pengakuan dunia. Ini tidak hanya penting bagi pelestarian lingkungan, tapi juga mendorong pariwisata kawasan Danau Toba ke arah yang lebih berkelanjutan,” tutupnya. (*)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.