Negosiasi Damai Rusia–Ukraina di Istanbul: Ada Sinyal Positif, Tapi…

Negosiasi Damai Rusia–Ukraina di Istanbul: Ada Sinyal Positif, Tapi…

Disrupsi.id, Medan - Rusia dan Ukraina kembali duduk satu meja di Istana Dolmabahce, Istanbul, dalam upaya terbaru mengakhiri perang yang telah berlangsung sejak Februari 2022. Pertemuan ini menjadi negosiasi langsung pertama dalam lebih dari tiga tahun, memberikan secercah harapan meski jalan menuju perdamaian masih penuh rintangan.

Menurut laporan terkini, pembicaraan kali ini menunjukkan adanya kemajuan, meski belum mencapai titik terobosan. Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyebut terjadi “kemajuan besar” setelah utusan khususnya, Steve Witkoff, bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin. Kremlin menggambarkan pertemuan itu sebagai “konstruktif” dengan adanya pertukaran sinyal positif. Namun, Ukraina menegaskan tetap menolak tuntutan Rusia, seperti pengakuan atas aneksasi wilayah dan netralitas permanen ukraina.

Dalam putaran ketiga negosiasi pada Juli 2025, Ukraina sempat mengusulkan pertemuan langsung antara Presiden Volodymyr Zelenskyy dan Vladimir Putin. Usulan ini ditolak Moskow, namun mediator Turki melaporkan bahwa kedua pihak mulai menemukan titik temu dalam sejumlah isu penting, meski perbedaan besar masih terjadi, terutama terkait status wilayah sengketa dan keanggotaan Ukraina di NATO.

Delegasi Rusia dipimpin Vladimir Medinsky, orang dekat Putin yang terlibat sejak awal konflik. Sementara tim Ukraina dipimpin pejabat senior yang ditunjuk Zelenskyy, meski identitasnya dalam perundingan terbaru belum diungkap. Turki diwakili oleh pejabat Kementerian Luar Negeri dengan Menteri Luar Negeri Hakan Fidan aktif memfasilitasi diskusi. Utusan khusus AS, Steve Witkoff, juga hadir mewakili kepentingan Washington.

Trump, yang sejak awal 2025 mendesak diakhirinya konflik, bahkan memberi tenggat untuk gencatan senjata. Tekanan ini menjadi salah satu alasan kedua pihak kembali ke meja perundingan. Turki, yang sejak 2022 berperan sebagai penengah, kembali memanfaatkan pengaruh diplomatiknya untuk mempertemukan kedua kubu. Presiden Recep Tayyip Erdogan turut aktif mendorong dialog melalui serangkaian pembicaraan telepon dengan Putin dan Zelenskyy.

Meski ada sinyal positif, isu-isu krusial seperti status Krimea, wilayah Donetsk dan Luhansk, serta aspirasi Ukraina bergabung dengan NATO, masih menjadi batu sandungan. Rusia tetap menuntut demiliterisasi dan de-nazifikasi, syarat yang dianggap Ukraina sebagai bentuk penyerahan sepihak.

Pengamat internasional menilai, kesepakatan damai hanya mungkin terwujud jika kedua pihak bersedia mengambil langkah kompromi besar, yang hingga kini masih sulit dilakukan. Meski begitu, pembicaraan di Istanbul tetap menjadi titik harapan untuk meredam konflik yang telah merenggut ribuan nyawa dan memaksa jutaan orang mengungsi. Dunia kini menunggu apakah dialog ini akan menghasilkan gencatan senjata atau justru memperpanjang ketegangan. (pujo)

Baca Juga

Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال