disrupsi.id - Medan | Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) tengah menyusun regulasi khusus dalam bentuk Peraturan Gubernur (Pergub) guna memperkuat perlindungan terhadap para pengemudi ojek online (ojol).
Langkah ini menjadi bentuk keberpihakan pemerintah daerah dalam merespons berbagai keluhan pengemudi ojol terkait praktik aplikator yang dianggap merugikan dan melampaui ketentuan nasional.
Kepala Dinas Perhubungan Sumut, Agustinus, menjelaskan bahwa Gubernur Sumatera Utara, Bobby Afif Nasution, telah menerima sejumlah aduan dari para mitra pengemudi mengenai besarnya potongan komisi yang dikenakan oleh perusahaan aplikasi, yang dilaporkan mencapai 20 hingga 40 persen.
"Besaran potongan ini bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat yang mengatur struktur tarif secara lebih adil," ujarnya.
Agustinus menegaskan bahwa perusahaan aplikasi tidak memiliki kewenangan menetapkan tarif secara sepihak. Sesuai regulasi nasional, terdapat ketentuan mengenai biaya langsung maupun tidak langsung, termasuk batasan tarif sewa penggunaan platform.
Selain itu, aplikator diwajibkan menyampaikan laporan keuangan setiap tiga bulan serta data operasional tahunan yang telah diaudit secara independen—kewajiban yang hingga kini belum dijalankan secara konsisten oleh para aplikator di Sumut.
"Selama ini, kami tidak pernah menerima laporan keuangan dari pihak aplikator. Ini yang menjadi perhatian serius pemerintah provinsi," ujarnya.
Aturan Baru: Perlindungan Mitra, Batas Tarif, hingga Standar Layanan
Regulasi yang sedang disiapkan tidak hanya akan membahas soal tarif dan potongan, tetapi juga akan mengatur hak dan kewajiban pengemudi, standar pelayanan pelanggan, hingga mekanisme pengawasan operasional aplikasi transportasi daring. Gubernur bahkan memberikan batas waktu 14 hari kepada perusahaan aplikasi untuk merespons tuntutan dan menyelesaikan konflik yang ada.
"Pengemudi ojol tidak boleh terus dirugikan. Apalagi jika sampai ada pemutusan kemitraan secara sepihak tanpa penjelasan. Kami ingin mencegah hal seperti itu terjadi lagi," kata Agustinus.
Regulasi ini akan mengacu pada sejumlah peraturan perundangan yang sudah ada, antara lain Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Kemudian Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor untuk Kepentingan Masyarakat serta Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 dan KP 1001 Tahun 2022," paparnya.
Empat poin utama yang menjadi tuntutan pengemudi ojol telah diterima dan sedang dikaji. Rencananya, pertemuan lanjutan bersama aplikator dan perwakilan pengemudi akan digelar dua minggu mendatang guna membahas finalisasi regulasi.
Sanksi Tegas bagi Pelanggaran
Untuk menjamin efektivitas pelaksanaan aturan ini, Pemprov Sumut akan membentuk satuan tugas (satgas) khusus yang bertugas mengawasi implementasi regulasi serta memberi sanksi bagi aplikator yang tidak patuh. Bentuk sanksi yang dirancang bervariasi, mulai dari teguran, pembatasan operasional, hingga penutupan layanan aplikasi di wilayah Sumatera Utara.
"Pemprov tidak akan diam. Kami ingin menciptakan ekosistem transportasi digital yang adil, transparan, dan berpihak pada rakyat, khususnya mitra pengemudi yang selama ini menjadi tulang punggung layanan transportasi berbasis aplikasi," tegas Agustinus.
Menurut Agustinus, kebijakan ini sejalan dengan visi Gubernur Bobby Nasution dalam membangun keadilan sosial dan perlindungan ekonomi bagi masyarakat.
"Ini merupakan bentuk nyata dari perhatian gubernur terhadap kondisi para pengemudi ojol. Kami menargetkan regulasi ini rampung dan mulai diterapkan sebelum akhir tahun," tutupnya. (*)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.