Disrupsi.id, Medan - Konflik di Gaza terus menjadi sorotan internasional setelah serangan Israel terhadap warga sipil dan fasilitas kemanusiaan, termasuk Gereja Keluarga Kudus yang merupakan satu-satunya gereja Katolik di wilayah tersebut.
Paus Leo XIV dengan tegas mengecam tindakan Israel sebagai "kebiadaban perang" yang harus segera dihentikan, menyebut serangan itu sebagai bagian dari pola berkelanjutan terhadap penduduk sipil dan tempat ibadah. Dalam pidato Angelus pada 20 Juli 2025 di Castel Gandolfo, Paus menyatakan kesedihannya yang mendalam atas kematian tiga warga Kristen Palestina—Saad Issa Kostandi Salameh, Foumia Issa Latif Ayyad, dan Najwa Ibrahim Latif Abu Daoud—serta luka-luka pada sepuluh orang lainnya, termasuk pastor paroki.
Gereja Keluarga Kudus (Holy Family Church) adalah satu-satunya gereja Katolik di Jalur Gaza, Palestina, yang terletak di wilayah Gaza Utara. Gereja ini merupakan paroki di bawah naungan Patriarkat Latin Yerusalem dan dikelola oleh para pastor dari Institut Inkarnasi Sabda. Selain sebagai tempat ibadah bagi komunitas kecil Katolik di Gaza (sekitar 130-135 umat dari total 1.000 umat Kristen di wilayah tersebut), gereja ini juga berfungsi sebagai pusat pendidikan, pelayanan sosial, dan tempat perlindungan bagi warga dari berbagai latar belakang agama, termasuk Muslim, terutama selama konflik berkepanjangan di Gaza.
Paus Leo XIV menyerukan gencatan senjata segera dan solusi damai, sambil menekankan bahwa "dunia tidak bisa lagi menoleransi ini" dan mendesak dialog dengan Israel. Paus juga menerima telepon dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pasca-serangan, di mana ia menyatakan "sudah waktunya menghentikan pembantaian ini."
Selain itu kecaman serupa datang dari berbagai pemimpin dunia yang mewakili beragam perspektif. Sekretaris Jenderal PBB menyebut rencana Israel mengambil alih Gaza City sebagai "eskalasi berbahaya" yang melanggar hukum internasional dan memperburuk krisis kemanusiaan, di mana lebih dari 60.000 warga Palestina telah tewas sejak perang dimulai pada Oktober 2023.
Negara-negara Eropa seperti Inggris (di bawah PM Keir Starmer), Jerman, dan Uni Eropa secara keseluruhan mengecam langkah Israel sebagai "destruktif" dan mendesak akhir perang, sedangkan Turki menyerukan persatuan negara Muslim melawan "pembantaian" di Gaza.
Kelompok G7 juga mendesak gencatan senjata, sementara Al Jazeera melaporkan puluhan ribu demonstran di Tel Aviv menuntut kesepakatan damai.
Dari sisi pro-Palestina seperti Al Mayadeen, Paus Leo XIV digambarkan sebagai suara moral yang menentang perang secara keseluruhan, sementara sumber seperti Times of Israel menyoroti respons Israel yang menyebut serangan sebagai "kesalahan amunisi nyasar" dan menyatakan penyesalan.
Presiden AS Donald Trump, meski secara umum mendukung Israel dan menyatakan bahwa keputusan menduduki Gaza "terserah Israel," dilaporkan menyampaikan ketidaksenangannya terhadap serangan terhadap gereja Gaza dalam percakapan dengan Netanyahu. Namun, Trump memberikan "lampu hijau diam-diam" untuk ekspansi militer Israel di Gaza, meskipun menghadapi kritik domestik dan internasional atas kebijakannya yang dianggap memperpanjang konflik.
Sumber seperti The Hill dan Al Jazeera menyoroti posisi Trump yang pro-Israel, sementara keluarga sandera dan oposisi di Israel menyalahkan Netanyahu atas kegagalan negosiasi.
Serangan ini terjadi di tengah krisis kemanusiaan parah di Gaza, dengan laporan kelaparan massal dan lebih dari 98 anak tewas akibat malnutrisi sejak awal perang.
Meski Israel membantah tuduhan genosida dan menyalahkan Hamas atas serangan Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang, kecaman global semakin kuat, termasuk dari mantan pejabat Israel yang meminta Trump membantu mengakhiri perang.
Situasi ini menekankan urgensi dialog multilateral untuk mencegah "perang selamanya" di wilayah tersebut.(Pujo)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.