disrupsi.id - Medan | Babay Parid Wazdi resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT Bank Sumut. Keputusan tersebut disampaikan langsung oleh Babay dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar pada Selasa (3/6/2025).
Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, mengonfirmasi penerimaan surat pengunduran diri tersebut. Ia menyatakan bahwa surat itu disampaikan secara langsung oleh Babay Parid saat RUPS berlangsung.
“Surat pengunduran diri dari Pak Dirut Babay sudah kami terima. Namun, dalam surat tersebut tidak dicantumkan alasan spesifik terkait pengunduran dirinya,” ujar Bobby kepada awak media, Selasa (3/6).
Bobby juga menjelaskan bahwa dirinya tidak dapat berspekulasi mengenai kaitan pengunduran diri Babay dengan proses hukum yang sedang berjalan. Sebelumnya, Babay diketahui diperiksa oleh Kejaksaan Agung sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit kepada PT Sritex.
“Terkait alasan pengunduran dirinya, silakan ditanyakan langsung ke Pak Babay. Di dalam surat itu tidak disebutkan apakah ada kaitannya dengan kasus hukum tersebut,” tambahnya.
Dengan mundurnya Babay, saat ini posisi Direktur Utama Bank Sumut dinyatakan kosong. Bobby menyatakan bahwa mekanisme internal perusahaan akan segera dijalankan untuk menunjuk Pelaksana Tugas (Plt) Dirut sementara waktu.
“Hari ini posisi Dirut masih kosong. Dalam waktu dekat akan kita tunjuk Plt-nya sesuai mekanisme yang berlaku,” ungkap Bobby.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah memanggil Babay Parid Wazdi untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi fasilitas kredit terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan perannya saat menjabat sebagai Direktur Kredit UMKM & Usaha Syariah di PT Bank DKI pada tahun 2020.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka, yaitu Iwan Setiawan Lukminto, Dirut PT Sritex periode 2018–2023; Zainuddin Mappa, Dirut Bank DKI tahun 2020; Dicky Syahbandinata, Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB.
Penyidik menduga telah terjadi penyimpangan prosedur dalam pemberian kredit yang menimbulkan kerugian keuangan negara mencapai Rp692,9 miliar dari total tagihan sebesar Rp3,5 triliun. (*)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.